Header AD

Peranan Spionase dalam Dunia Marketing


Persaingan yang semakin mengarah kepada chaos terkadang membuat marketer harus mengambil aksi-aksi rahasia untuk mendapatkan informasi, seperti tindakan spionase. Apakah ini bagian dari market intelligence?

Menyaksikan iklan kartu AS versi Sule terakhir yang mencoba “menohok” kartu XL, kita seperti melihat drama penculikan talent yang dilakukan oleh agen rahasia untuk melawan balik lawan. Apa yang terjadi?

Sebelumnya, Sule, bintang komedi yang lagi naik daun, menjadi bintang iklan XL. Di iklan tersebut Sule mencoba meyakinkan Baim, anak kecil, untuk mengatakan bahwa dia ganteng. Dicoba beberapa kali, Baim yang polos itu tetap saja tidak setuju bahwa Sule itu ganteng. Iklan tersebut sebenarnya untuk menunjukkan bahwa XL itu jujur dalam menyampaikan  tarif “0 rupiah”.

Tapi tak berapa lama, iklan kartu AS dari Telkomsel muncul. Yang mengejutkan, ternyata bintang iklan kartu AS tersebut adalah Sule. Bahkan Sule seperti membalas perkataan Baim di iklan XL bahwa dia “capek” dibohongin sama anak kecil.

Perang rupanya tidak berhenti sampai di situ. XL pun segera membalas dengan iklan lain, yang kemudian dibalas kembali oleh kartu AS. Saling tembak dan lempar granat, keduanya seperti melakukan perang sungguhan di medan tempur.

Marketing memang seperti sebuah medan tempur. Kadang-kadang Anda harus melakukan perang terbuka dan head to head. Terkadang Anda harus melakukan gencatan senjata, melawan dua musuh sekaligus, bahkan sampai perang dingin.


Namun, apa pun bentuk perang yang dihadapi, memiliki informasi sangatlah penting sebelum melakukan serangan. Bahkan kalau perlu, Anda wajib memiliki informasi yang banyak sebelum kompetitor melakukan serangan balik. Dengan demikian, kompetitor bisa terheran-heran karena Anda sudah melakukan hal yang sama sebelum kompetitor lakukan.

Di dalam suasana perang, bahkan damai sekalipun, kegiatan inteligen memang tidak boleh berhenti. Kegiatan ini bertujuan mengumpulkan data-data penting dan terkadang rahasia agar perusahaan bisa melakukan action dengan tepat. Apalagi saat suasana memanas dan keputusan harus diambil cepat, kegiatan spionase ini pun harus bisa men-deliver informasi secara cepat.
Di dunia marketing, market intelligence (MI) adalah kegiatan mengumpulkan dan menganalisis informasi dari pasar, baik konsumen (existing maupun potential), kompetitor, maupun situasi lingkungan untuk kebutuhan pengambilan keputusan di masa mendatang. Kualitas informasi yang diperoleh dalam hal ini tentunya akan memengaruhi kualitas pengambilan keputusan. Apalagi jika berhasil menemukan sumber-sumber kelemahan kompetitor, tentunya akan semakin dahsyat pukulan yang bisa dilakukan. Seperti dilakukan oleh kartu AS. Merek ini pastinya memiliki informasi yang cukup dari kelemahan lawan, sehingga berani mengambil keputusan membajak Sule.


Kegunaan
Ada beberapa tujuan dari dilakukannya market intelligence. Selain memberi peringatan awal dari kegiatan kompetitor, MI juga bisa dilakukan untuk mencari peluang-peluang baru di pasar. Dengan MI yang baik, orientasi pasar untuk bertumbuh juga bisa dilakukan lebih baik. Banyak yang berpikir bahwa MI menghabiskan sumber daya, terutama uang. Namun dengan kegiatan MI, Anda sebenarnya justru bisa lebih menghemat bujet di masa mendatang. Artinya, keputusan-keputusan yang tidak penting pada akhirnya tidak perlu dilakukan.

Apa yang dilakukan jika Anda tidak memiliki informasi sama sekali? Yang dilakukan pastilah mengandalkan intuisi yang belum terlatih. Akibatnya, biaya yang harus dikeluarkan pun menjadi lebih besar, karena bisa jadi Anda berjalan di “jalur” yang tidak tepat.

MI sering dikaitkan dengan riset pasar (market research). Sebenarnya, aktivitas yang dilakukan memang tidak jauh berbeda. Hanya saja para marketer banyak yang menempatkan MI pada urusan yang lebih “dalam”. Artinya sampai membongkar rahasia kompetitor, baik dilakukan secara halus maupun kasar. Maksudnya cara halus adalah seperti melakukan survei terhadap pelanggan kompetitor maupun observasi atas aktivitas kompetitor di pasar. Sedangkan cara kasar adalah dengan membajak pegawai, melakukan pencurian data, sampai menyusupkan orang di dalam perusahaan.


Handi Irawan, pakar marketing, menyebut MI sebagai bagian dari market information system (MIS). Handi melihat, di era persaingan bebas seperti saat ini, informasi benar-benar merupakan senjata bersaing bagi perusahaan di Indonesia. Namun demikian, di Indonesia masih banyak juga perusahaan yang belum serius mengenai hal ini. Apa sebab?
Menurut Handi, ketidaktahuan untuk memulai adalah salah satu hambatan terbesar dalam menjalankan MI. Konsep MI tidak mereka miliki, sehingga mereka bingung untuk menjalankan. Yang lebih parah, sebagian juga tidak merasa membutuhkan. Sikap seperti ini biasanya terlihat di perusahaan yang tingkat persaingannya rendah maupun tidak ada keinginan untuk maju.

Sudah Jadi Kebutuhan


Namun demikian, persaingan yang superketat sekarang ini mau tidak mau memang membuat perusahaan merasakan kebutuhan akan marketing research. Ini paling tidak terlihat dari riset yang dilakukan majalah 
MARKETING dan Survey One terhadap para eksekutif di bidang pemasaran. Sekitar 84% ternyata tergolong rutin  melakukan riset, sedangkan 16% sisanya tidak rutin mengerjakannya. Sejumlah 90% lebih responden yang disurvei juga melihat manfaat yang besar dari melakukan riset. Itulah sebabnya mereka tidak bisa memalingkan diri dari urusan riset. Bahkan 93% juga melakukan pengamatan terhadap kompetitor.



Apa sebenarnya yang banyak dicari dari data kompetitor? Kalau melihat hasil riset majalah MARKETING, membandingkan harga adalah kegiatan yang paling kerap dilakukan. Maklum saja, membandingkan harga memang sesuatu yang relatif mudah. Dengan cara observasi pun hal ini sudah bisa dilakukan. Misalnya saja, berjalan-jalan di ritel atau membeli produk dari kompetitor. Dengan cara ini, kita bisa membandingkan apakah harga kita cukup kompetitif di pasar.
Selanjutnya adalah kegiatan promosi. Ini juga merupakan kegiatan MI yang relatif tidak terlalu sulit. Jika ingin bersaing di pasar, memang jangan pernah berhenti mematai kegiatan promo dari kompetitor. Pengamatan terhadap iklan, sales promo, dan event harus rajin-rajin dilakukan. Seperti yang dilakukan oleh kartu AS dan XL, keduanya sudah pasti tidak pernah kendor mengamati kegiatan promo satu sama lain. Kalau tidak, mereka tentunya tidak melakukan serangan balik secara cepat.
Data lain yang kerap dicari oleh para marketer adalah produk. Pengamatan terhadap produk ini juga bisa dilakukan secara sederhana dengan membeli produk kompetitor dan melakukan pengamatan terhadap produk tersebut. Bisa dilakukan dengan membedah isi dari produk tersebut dan membandingkan kualitas. Perusahaan merek-merek ponsel Cina bisa dipastikan senang membongkar-bongkar ponsel merek lain. Itulah sebab mereka dengan mudah bisa mengopi teknologinya dan menjualnya dengan harga murah. Produk sesama merek Cina pun mereka bongkar untuk mengejar teknologi kompetitor. Kalau perlu, supplier komponen dalamnya pun mereka dapatkan supaya bisa sejajar secara teknologi. Itulah sebabnya kita bisa melihat tiga merek Cina bisa memiliki teknologi yang mirip sekali.

Yang lebih sulit tentunya menduga, produk apa yang bakal keluar dari kompetitor dan bagaimana mengantisipasinya sebelum produk itu keluar di pasaran. Produk baru soalnya terkadang merepotkan, karena bisa mendorong konsumen melakukan switching dari produk kita. Oleh karenanya, cara-cara yang tidak lazim bisa dipakai. Misalnya dengan memata-matai bagian research and development (R&D), mencari tahu dari orang dalam perusahaan, atau membajak karyawan yang bersangkutan.

Demikian pula soal angka penjualan kompetitor, hal ini sering membuat penasaran. Padahal penjualan yang pasti dari kompetitor termasuk paling sulit didapatkan di Indonesia. Paling mungkin, hal ini bisa dilakukan lewat retail audit. Bisa juga dilakukan lewat data-data sekunder seperti berita-berita di koran, internet, maupun dari ekspo
laporan keuangan jika kompetitor adalah perusahaan publik.

Memanfaatkan Orang Dalam
Yang paling rahasia bagi perusahaan tentunya adalah strategi marketing ataumarketing plan. Biasanya yang satu ini disimpan rapat-rapat dan tidak terbuka untuk umum. Karena biasanya ini menyangkut program-program yang dijalankan selama setahun, termasuk pula bujet yang dikeluarkan perusahaan. Oleh karenya, untuk mendapatkan yang satu ini bisa jadi dilakukan lewat cara-cara yang tidak lazim, bahkan cenderung tidak etis. Office boy, bahkan sampai tukang fotokopi langganan kantor bisa dijadikan “agen rahasia” untuk mendapatkan dokumen penting ini.
Tentu saja, hal-hal tidak etis semacam itu tidak layak dilakukan. Paling tidak menurut 90% dari responden yang di-interview. Mereka mengatakan bahwa menempatkan orang di dalam perusahaan lain adalah hal yang tidak wajar dilakukan. Seperti dikatakan pula oleh Handi Irawan, MI adalah pekerjaan yang etis, tidak boleh mencuri data dari perusahaan lain, atau melakukan cara-cara yang ilegal dalam mendapatkan data. Di negara maju, perangkat hukum yang ada relatif memadai, walaupun batas etika selalu menjadi isu yang sulit batasannya.
Jeffrey Bahar dari Spire Research juga mengamini bahwa MI bukanlah spionase. Jadi, kita memang jangan berandai-andai memiliki agen rahasia seperti James Bond yang sampai harus meniduri wanita untuk mendapatkan informasi. Di dunia bisnis, hal-hal demikian tentu ada aturan hukumnya. Sekalipun bukan tidak mungkin beberapa merek maupun perusahaan pun melakukan hal-hal yang ada di perbatasan etika. Misalnya saja membajak eksekutif dari perusahaan kompetitor. Apalagi jika satu tim marketing “bedol desa” semua, tak pelak lagi data dan informasi ikut terbawa juga.
Hati-hati
Yang jelas, jangan sampai melakukan IM jika Anda pun tidak bisa menjaga kerahasiaan data perusahaan. Soalnya, kompetitor pun bisa jadi tak kalah agresif. Itulah sebab pedoman yang ketat harus dimiliki untuk menjaga tim marketing. Hati-hati juga dalam menjaga kertas-kertas kerja agar tidak mudah ditemukan atau difotokopi. Termasuk juga dalam menempatkan level of confidential dari setiap data yang dimiliki. Di perusahaan-perusahaan besar, umumnya penggantianpassword dilakukan secara berkala oleh tim IT untuk mencegah timbulnya penerobosan data elektronik oleh pihak luar.
Memang, data elektronik adalah data yang paling rawan untuk berpindah tangan. Apalagi di era teknologi informasi dan internet, data pun bisa beredar dengan cepat. Yang menakutkan, jangan sampai strategi rahasia Anda pun disebarkan oleh para “Wikileaks” di internet. Anda tentunya sudah mengenal situs Wikileaks yang kini menjadi pembicaraan serius pucuk pemerintahan dunia. Maklum saja, informasi yang ada di Wikileaks menyangkut kerahasiaan negara, sekalipun banyak orang menganggapnya sebagai demokrasi dan keterbukaan informasi.
Namun, bagaimana jika ada orang-orang yang tidak bertanggung jawab menyebarkan data penjualan produk Anda lewat internet? Atau mungkin pegawai Anda secara tidak sadar menuliskan rahasia penting di Facebook mereka. Hal-hal semacam ini tentu saja tidak bisa dianggap remeh. Makanya, pengelolaan kegiatan internet pun harus terus dipantau agar informasi tidak beredar sembarangan. Yang lebih menakutkan tentunya jika Anda memiliki masalah dalam produk Anda, namun kebohongan yang ditutupi ini terbongkar di internet. Oleh karenanya, kejujuran pun tak kalah penting selain kewaspadaan. Artinya, jangan menutupi tindakan tercela sebagai bagian dari upaya menyembunyikan data perusahaan. Bagaimanapun konsumen menginginkan keterbukaan, dan jangan sampai keterbukaan informasi ini menjadi senjata bagi para kompetitor untuk menelanjangi Anda di internet

Sumber : marketing.co.id
Peranan Spionase dalam Dunia Marketing Peranan Spionase dalam Dunia Marketing Reviewed by Febby Indra on 17.02 Rating: 5

Tidak ada komentar

Post AD